
Hallo Poppals! Siapa yang tidak kenal anime, animasi dari negeri matahari terbit ini telah lama populer di Indonesia. Awalnya hanya sebagai tontonan orang-orang, sekarang anime gen z telah memiliki pengaruh yang luas. Hingga ke gaya hidup, cara berkomunikasi, bahkan hingga nilai sosial terutama Generasi Z.
Internet dan media sosial yang terus berkembang mempercepat persebaran budaya Jepang melalui anime. Sehingga semua orang kini dapat bersentuhan langsung dengan kebudayaan negeri sakura ini.
Apakah fenomena ini hanya sebuah hiburan, atau bentuk hegemoni budaya baru? Yuk kita bahas sama-sama Poppals!
Fenomena Masuknya Budaya Jepang
Dengan globalisasi, budaya populer Jepang (anime, manga, cosplay, J-Pop) semakin menjadi bagian konsumsi budaya global. Indonesia sendiri berada di peringkat ketiga negara dengan jumlah Wibu terbanyak di dunia, (Khoirunissa Pristiant, 2024).
Hal ini membuktikan bahwa penggemar anime di negeri ini sangat banyak. Perlahan anime bukan hanya sekedar tontonan. Karya animasi ini hadir bersama merchandise, komunitas, hingga identitas sosial baru.
Media sosial menjadi salah satu penyebabnya. Seperti kutipan dari Melvin de Fleur, Cultural Norms Theory
“Media Sosial mempengaruhi pembentukan norma budaya baru di kalangan remaja.”

Perubahan Gaya Hidup
Berdasarkan berbagai jurnal penelitian tentang pengaruh anime terhadap Gen-Z, Anime memang memiliki efek yang merubah gaya hidup seseorang.
Dari jurnal penelitian studi di Yogyakarta menunjukkan 92,2% wibu lebih memilih anime dibandingkan animasi negara lain. 94,1% nya lebih suka menonton via internet.
Mayoritas responden juga menyesuaikan gaya hidup mereka berdasarkan budaya dari anime yang mereka tonton. Dari pakaian, konsumsi, hingga preferesi komunitas (Khoirunissa Pristiant, 2024).
Sedangkan menurut sebuah jurnal penelitian di Palembang, Komunitas wibu meniru gaya bicara, nama panggung, bahasa Jepang. Hingga gerakan karakter anime favorit dalam kehidupan sehari-hari (Muhamad Bintang, dkk, 2024).
Imitasi Budaya dan Hegemoni
Menurut Antonio Gramsci, hegemoni budaya terjadi saat masyarakat mengadopsi nilai secara tidak sadar. Anak muda kini memaknai nilai-nilai seperti persahabatan, keberanian, hingga perlawanan ketidakadilan.
Nilai itu mereka dapatkan melalui anime, bukan budaya lokal. Perlahan anime bukan hanya sebuah tontonan namun menjadi identitas baru mereka.
Mari kita ambil contoh dari animasi One Piece, menurut sebuah penelitian yang berfokus pada anime ini. One Piece animasi populer menciptakan sebuah imitasi budaya verbal dan nonverbal (gaya bicara, berpakaian, hingga nilai-nilai sosial). Jurnal penelitian Rio Bagus Pratama & Agus Naryoso, 2024.

Komunitas sebagai Ruang Identitas Baru
Di komunitas seperti Naruto Fans Palembang, remaja menggunakan anime untuk membangun identitas sosial dan menemukan sebuah ‘keluarga baru’ (Muhamad Bintang, dkk, 2024).
Komunikasi yang mereka lakukan dalam komunitas menggunakan gaya bahasa campuran. Seperti bahasa Indonesia, Inggris dan Jepang, dan menciptakan ekspresi budaya hybrid.
Komunitas cosplay bisa menjadi contoh. Komunitas ini berfungsi sebagai pelarian dari stereotip dan tekanan sosial. Menciptakan ruang aman untuk berekspresi bagi mereka yang merasakan hal yang sama atau sekedar kesukaan yang sama.
Dampaknya
Dampak positif pengaruh animasi adalah adanya peningkatan kreativitas (menggambar, cosplay, storytelling).
Mendorong minat untuk belajar bahasa baru, menumbuhkan nilai kerja keras, solidaritas, dan pantang menyerah. Yang terpenting adalah kenyamanan diri dan menjadi diri sendiri.
Walaupun begitu, ada dampak negatifnya juga Poppals. Pertama adalah Over-identifikasi budaya asing, hingga mengabaikan budaya lokal negara sendiri.
Ketergantungan berlebihan terhadap fantasi anime, membuat berkurangnya interaksi dengan dunia nyata. Resiko meniru hal yang negatif seperti kekerasan, fanatisme, atau pelarian dari kenyataan.

Kesimpulan
Anime memang merupakan bentuk budaya populer yang sangat kuat mempengaruhi Generasi Z Indonesia, baik secara positif maupun negatif.
Yang perlu dicermati bukan hanya dari segi konten, tetapi bagaimana memaknainya, meniru, dan membentuk identitas dari anime. Pada dasarnya sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, anak muda perlu memilah apa yang bisa mereka tiru.
Perlu juga keterlibatan pendidikan budaya lokal dan literasi media agar anime gen z bisa menjadi sumber inspirasi. Bukan menjadi penyeragaman identitas bahkan hingga menutup diri dari interaksi sosial.